Review The Tiger Factory: Sebuah Film Emotionless tentang Realita Gadis 'Pabrik Bayi'

The Tiger Factory merupakan salah satu film emotionless anti mainstream yang dirilis pada tahun 2010 yang lalu. Sebuah film found footage di mana kita akan melihat realita yang terjadi pada seorang gadis kesulitan ekonomi dan pekerjaan sehari-harinya.

Review The Tiger Factory

Halo semua, apa kabar? Semoga baik-baik saja yaa~.

Pada kesempatan kali ini, Min Aezi akan membagikan sebuah review tentang film yang judulnya mungkin baru kamu ketahui belakangan ini. Yups, kali ini mimin akan membagikan review film The Tiger Factory, yang judulnya terdengar sangat asing di masyarakat kita. Saking tidak populernya, jika kamu bertanya judul film ini ke beberapa temanmu, 99% dari mereka akan menjawab tidak tahu.

Film ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis berusia 19 tahun. Cerita berpusat pada kegiatan sehari-harinya, seperti bekerja, tidur, makan, bekerja, bekerja, bekerja … dan bekerja. Yah, begitulah. Silakan baca sinopsisnya terlebih dahulu di bawah!

Sinopsis The Tiger Factory

Ping Ping, seorang gadis berumur 19 tahun mempunyai impian untuk bekerja ke Jepang. Dia berada dalam pengawasan bibinya, Madam Tien, yang membuatnya bekerja dua shift — di warteg dan di peternakan babi.

Tien juga ikut serta dalam skema ‘pabrik bayi’, di mana mereka mempasangkan gadis muda dengan pekerja migran dan kemudian menjual bayinya demi uang. Keduanya bertahan satu sama lain dalam sikap sayang dan benci, hingga kebenaran tentang bibinya diketahui Ping Ping.


WARNING: SPOILER BELOW!


Sebuah Film Emotionless tentang Realita Gadis ‘Pabrik Bayi’

Di suatu sore, tak sengaja mimin lihat sebuah poster film yang menarik perhatian. Poster tersebut memperlihatkan seorang perempuan Asia yang berbaring di atas kasur yang terlihat tipis.

Review The Tiger Factory: Sebuah Film Emotionless tentang Realita Gadis 'Pabrik Bayi'

Tak lama setelah itu, mimin lanjut membaca sinopsisnya dan menonton trailernya. Keduanya tidak terlalu ‘wah’ karena mimin sendiri tidak suka film dengan vibes dokumenter. Namun karena waktu yang banyak kosongnya, mimin sempatkan untuk menonton sebentar.

Namun ternyata sebentar itu berlanjut hingga akhir film …

Film The Tiger Factory berhasil mimin tonton tanpa mengantuk. Jujur, sebenarnya film-film seperti ini pasti tak sanggup mimin tonton sampai habis dalam satu waktu. Pasti saja mimin ketiduran. Namun entah karena waktu itu sore hari dan sebelumnya mimin sudah tidur, berakibat mimin dapat menonton film ini sampai habis.

Entah apa yang mimin rasakan setelah menonton. Rasanya hambar, penuh kehampaan. Sebagai penonton, mimin hanya dapat merasakan kesulitan sang protagonis, di mana sulitnya ekonomi dan salahnya sikap dan perilaku keluarga membuat kehidupannya berantakan.

Baca juga: Rekomendasi film zombie terbaik sepanjang masa

The Tiger Factory berpusat pada keseharian sang protagonis yang bernama Ping Ping. Sebagai gadis berusia 19 tahun, dia sudah dihadapkan dengan kesulitan finansial yang berpengaruh pada mentalnya.

Hal ini diperparah dengan sikap dan perilaku sang bibi, Madam Tien, yang memanfaatkan Ping Ping dengan membuatnya bekerja di bidang yang tidak manusiawi.

Yups, sesuai judulnya, Madam Tien merupakan salah satu ‘oknum’ yang menjual bayi. Bisnis tidak manusiawi ini lebih banyak dikenal masyarakat dengan sebutan ‘baby factory’ alias pabrik bayi.

Ironisnya, nampak seperti sang protagonis tidak mengetahui kalau dia terlibat dengan bisnis tersebut. Bibinya hanya meminta dia meniduri pria-pria tertentu, dan memberinya uang saku setelah itu.

Sebelum pertengahan film, kita sebagai penonton mungkin mengira bahwa si protagonis juga bekerja sebagai pegawai s*ks komersial alias pegawai prost*tusi. Namun seiring berjalannya cerita, kita akan disuguhi kebenaran terkait kenapa sang protagonis harus hamil, dan ke mana bayinya pergi.

Sejak awal sikap dan perilaku sang bibi sudah membuat sang protagonis tertekan. Hal inilah yang membuat Ping Ping ingin pergi ke Jepang. Tentu saja, tanpa sepengetahuan bibinya.

Di awal film, si protagonis sudah dalam kondisi hamil. Saat melahirkan, dia tak sadarkan diri. Setelah terbangun, dia diberitahu kalau bayinya meninggal.

Hari kian berlalu, Ping Ping yang butuh uang untuk pergi ke Jepang kemudian menawarkan diri kembali untuk melakukan ‘pekerjaa tak manusiawi’ sebelumnya.

Sampai saat ini, mimin rasa sang protagonis tidak sadar kalau dia bukanlah pegawai prost*tusi, melainkan pengh*sil bayi.

Seiring berjalannya waktu, kita akan melihat kebenaran terkait hal ini. Keanehan seperti ke mana bayinya pergi, kenapa si pria yang meniduri gadis-gadis muda diberi uang, dan kenapa orang yang membocorkan rahasia bisnis menjadi ancaman sehingga perlu ‘dihilangkan’.

Film ditutup dengan sang protagonis yang berhasil menyiapkan uang untuk pergi ke Jepang, dan akhirnya diberangkatkan ke sana.

Yups, film ini terasa hampa. Setelah menonton, tiada perasaan tertentu yang mimin rasakan. Kehidupan sulit yang protagonis alami, pekerjaan tak manusiawi yang dia lakukan, hingga skema pabrik b*yi yang digambarkan … semuanya terasa hampa. Tidak ada perasaan tertentu yang ditinggalkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Happy End (ハッピーエンド) - back number | Lirik Lagu & Terjemahan Indonesia

Heeriye - Jasleen Royat ft. Arijit Singh | Lirik Lagu & Terjemahan Indonesia

Rekomendasi Manhwa Terbaik Tahun 2021